Saturday 19 October 2013

Jekardah

       Nah kan dibilang juga apa. waktu itu nggak bisa dibendung. tau-tau udah mau masuk akhir oktober. kerasa cepet banget, apalagi buat mereka yang menikmati setiap detik dalam hidupnya. waktu akan terasa lebih cepat daripada seharusnya. beda nih sama mas-mas mbak-mbak kantoran yang update terus di sosial media gara-gara nungguin jam 5 sore yang lamanya minta ampun. hehe.
       Ngomongin masalah kantoran, kemarin awal bulan saya sempet nih ngelamar disalah satu kantor majalah gitu. sebabnya apa saya juga kurang paham, tapi saya tetep berangkat interview ke jakarta. bisa dibilang ini pertama kalinya saya ke jakarta untuk mencari pekerjaan. memang sih saya punya keinginan untuk kerja di majalah. jadi kesempatan itu saya ambil aja.
       Saya berangkat bareng temen saya yang notabene nya juga buta wilayah Jakarta. orang Jakarta aja bingung sama wilayah mereka sendiri, apalagi kami yang perantauan dari jawa. akhirnya dengan bermodalkan nekat, Google map, dan bismillah tentunya kami berangkat ke ibu kota.
       Awalnya semua berjalan smooth, kayak rambut para model di iklan sunsilk. kami tiba di stasiun Senen jam 3 dinihari dan langsung mencari guesthouse terdekat untuk beristirahat. jadwal interview saya pukul 5 sore, jadi ya agak jaim juga kalo musti istirahat di stasiun ala ala backpacker. bukannya keren yang ada malah kayak gembel kesasar.
       Setelah men-charge tenaga dan smartphone kami pun langsung check out dan mencari transportasi umum ke lokasi interview. ternyata butuh 2 jam perjalan dari Senen yang letaknya di Jakarta pusat sampai lokasi interview yang terletak di Jakarta Selatan. kantor majalah yang saya lamar terletak di bilangan Gandaria tepatnya di gedung perkantoran Gandaria 8 yang bersebelahan dengan Gandaria City Mall.
       Karena merasa akrab dengan mall kami pun berniat mengisi perut dengan makanan yang dijajakan di dalam mall tersebut. tapi apa mau dikata, setelah masuk ke dalam mall yang bisa dibilang mewah itu kami kebingungan mencari tempat makan. bukan karena kami nggak bisa membaca menu, tapi karena nama semua venue makanan disana terdengar asing bagi kami. yah namanya juga perantauan, kami pun nggak tega mempertaruhkan isi dompet kami dengan harga makanan yang belum jelas.
      Akhirnya dengan anggun kami meninggalkan mall dan mencari warung makan terdekat di pinggiran jalan. yang penting ada nasi lah buat hari itu. lagian orang-orang juga nggak pada kenal sama kami. hehe.
      Setelah selesai melahap nasi ramesan kami kembali kedalam mall dengan gagah dan nongkrong di salah satu tempat ngopi yang udah familiar nama dan harganya. setelah berbincang sebentar saya pun segera bersiap untuk melaksanakan misi utama saya yaitu interview.
      Saya berjalan dengan jumawa menuju gedung perkantoran dan menukarkan ktp saya dengan visitor card. setelah bersikap angkuh saya pun bingung mau masuk pintu sebelah mana. tapi saya pura-pura nggak bingung dan stay cool ngikutin bapak-bapak berdasi yang jalan di depan saya. ketika bapak itu masuk jalur khusus seorang security menghampiri saya dan menanyakan tujuan saya. saya pun dengan percaya diri menyebut nama perusahaan majalah yang saya tuju.
     Si security dengan ramah menunjukkan lift paling pojok dan menyuruh saya menempelkan visitor card ke pintu masuk agar bisa sampai ke deretan lift tersebut. udah sok kepedean, jalan dengan angkuh dan jumawa, eh ternyata ndeso juga. mungkin itu yang terlintas di benak si security. fak.
     Setelah sampai di kantor majalah saya langsung melihat beberapa pelamar lain yang asyik berbincang. kebanyakan dari mereka adalah wanita yang dari cara berpakaian nya terbilang stylish. Mbak sebelah saya tampil casual dengan kaos putih tipis dan rok lipit bermotif floral dengan warna kalem selutut. membawa tas slempang kecil dari kulit berwarna cokelat serta peeptoe berwarna gading.
     Menurut kata hati saya sih dia cantik, sampe saya nggak berani noleh dan melihat wajahnya secara langsung. dia juga lagi asyik ngobrol dengan mbak-mbak sebelahnya lagi yang penampilannya cetar. awalnya saya cuma bisa lihat high heels berwarna perak blink-blink nya. kemudian saya telusuri keatas, dia memakai rok sepan selutut berwarna merah tua, tas jinjing berwarna hitam dengan atasan blouse berwarna gelap. rambutnya disemir merah tembaga di curly dan di urai ala syahrini, dan lipstik berwarna merah terang. kedengerannya sih lebay ya, tapi kok ya pantes-pantes aja buat dia.
    Di sebelahnya lagi ada mbak-mbak yang asyik baca majalah. penampilannya bold dengan alis tebal dan lipstik hitam. atasan berupa sweater kelelawar berbahan woll berwarna abu-abu tua. bawahannya celana pensil tiga perempat berwarna hitam dan wadges berwarna hitam. dan beberapa mbak-mbak lain yang penampilannya juga nggak kalah stylish.
     Dari mereka semua ternyata cuma saya yang baru interview pertama di kantor itu. setelah menunggu lebih dari 30 menit akhirnya saya pun dipanggil. bukan dipanggil sama suster, apalagi gusti allah, tapi dipanggil sama ibu HRD. dengan melenggak-lenggok ala model papan atas, nggak ding, saya pun masuk kedalam ruang rapat. disana cuma ada seorang wanita muda berumur sekitar akhir 20 an yang geulis pisan. saya menghabiskan 15 menit saya dengan wanita itu. untuk interview tentunya.
     Banyak hal yang ia tanyakan pada saya temasuk asmara dan keuangan (dikira mama loren kali ah). tapi saya tertarik pada satu pertanyaan yang sebenarnya simple tapi membuat saya berpikir ulang.
ibu geulis : "Kenapa kamu mau kerja sebagai desainer grafis disini?"
saya        : "Karena saya tertarik di dunia fashion bu. saya rasa passion saya disini dan ini salah satu cara                        untuk bisa masuk ke dalam industri fashion."
ibu geulis : "Kalo kamu tertarik dengan dunia fashion, kenapa kamu apply nya di desainer grafis?"
saya        : ".....(selama beberapa detik) karena sesuai sama major of degree saya bu, saya punya basic di                      desain grafis jadi ya saya gunakan basic itu."
      Mungkin kedengarannya jawaban saya sudah benar dan rasional. tapi kemudian justru pertanyaan itu yang menjadi alasan bagi saya untuk tidak melanjutkan tes berikutnya.
      Setelah selesai interview saya menghampiri partner berpergian saya yang saya tinggal di caffee. jam sudah menunjukkan pukul 6 sore tapi kami malah asyik ngobrol sambil ngopi berkelas ditempat itu. kami pikir semua sudah selesai tinggal menuju terminal dan memesan tiket bis untuk pulang.
     Lokasi Gandaria memang lebih dekat menuju terminal Lebak Bulus daripada harus kembali ke stasiun Senen. dengan berbekal info dari kawan mengenai nama bis, harga, dan waktu keberangkatan kami pun menuju terminal Lebak Bulus. begitu naik kami langsung di sambut oleh calo tiket. ya seperti terminal lainnya, dan kami anggap itu adalah calo dari agen bus yang mau kami naiki.
     Harga tiket yang ditawarkan ternyata jauh dari ekspektasi kami sehingga kami melakukan proses tawar menawar terlebih dahulu. setelah deal kami pun menunggu bis dengan santai. sekitar 15 menit kemudian kami didatangi oleh calo dan membawa kami kembali ke loket.
     Ternyata sampai di loket kami diminta menambah sejumlah uang agar bisa mendapatkan tiket dan langsung pulang ke Semarang. kami pun tidak terima dengan permintaan mereka karena kami sudah deal dengan harga yang pertama diberikan. namun si calo dan si penjaga loket tetap bersikeras meminta uang tambahan. dengan emosi yang memuncak tapi berusaha tetap kalem kami meminta uang kami dikembalikan.
     Awalnya mereka menolak dan membuka proses tawar menawar lagi. saya pun mengambil jalan tengah dengan menawar setengah dari yang mereka minta. namun ternyata mereka kekeuh tidak mau dan memilih mengembalikan setengah dari uang yang telah kami berikan.
     Ya hanya setengah, dengan alasan potongan 50% karena membatalkan. semoga berkah deh bu uangnya. dengan perasaan kecewa kami keluar terminal dan menenangkan diri di mushola terdekat. kawan saya yang emosi nya 2 kali lipat menyesalkan perbuatannya yang sembarangan memesan tiket bis. dia juga pernah mendengar bahwa calo terminal lebak bulus memang nggak ada yang nyante. tapi merasakan sendiri ternyata memang lebih mantap daripada hanya mendengar kata ini kata itu.
      Setelah menenangkan pikiran kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke stasiun Senen. jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan beruntungnya kami menemukan bis kopaja yang langsung menuju arah Senen. di atas bis kami menertawai nasib kami sendiri. perjalanan yang begitu smooth di awal ternyata tidak menjanjikan akhir yang smooth juga.
      Sesampainya di Senen kami terpaksa menghabiskan malam di stasiun karena kereta menuju Semarang baru akan berangkat keesokan paginya. yah emang dari awal niatnya di Jakarta nggembel ya akhirnya kesampean beneran nggembel disana. walaupun awalnya udah sok jaim pake acara tidur di guesthouse pada akhirnya tetep aja tidur di emperan stasiun. yah begitulah yang namanya travelling. kalo nggak begitu nggak akan ada ceritanya.
      Ini baru pengalaman travelling pertama yang benar-benar unik dari saya. semoga besok-besok lagi saya bisa lebih siap berpergian dan tidak terlantar lagi seperti perjalanan saya yang satu ini. selamat siang, selamat berhari minggu. salam cup cup emuah emuah!! hehe

No comments:

Post a Comment