Thursday 21 July 2016

Kings of Drama

   Hai selamat malam para penduduk bumi pertiwi. Gimana cerita lebaran sekaligus liburan kalian? apakah menyenangkan? atau justru malah biasa aja? Atau malah bagai besar pasak daripada tiang? Nah kalo yang terakhir itu saya banget sih. Hahahaha. Tapi ya beruntungnya masih ada bekel tempe mendoan untuk makan esok hari.

    Lumayan lama nih saya nggak nulis di blog saya ini. Ya nggak lama-lama banget sih, tapi frequensi postingan saya jadi melemah. Asik udah sok fisikawan aja ya saya. Nggak inget dulu nilai Fisika nggak pernah lebih dari angka 6 semata, sampe harus ikut kursus khusus pelajaran menyebalkan ini. Jadi salut deh buat kalian para anak IPA yang bener-bener bisa mengerjakan soal-soal Fisika dengan mudah. Ini ditujukan buat anak-anak IPA yang sesungguhnya ya, bukan anak IPA ala-ala yang orang tua nya bela-belain nge-lobby guru biar anaknya bisa masuk kelas IPA. Duh belum apa-apa udah nyinyir ya saya. Yah maklum lah ya, emak saya dulu waktu hamil suka mandi di comberan, jadi sekarang mulut anaknya jadi comberan beneran deh. Emberaaaan. Yuuk.

    Beberapa bulan nggak ngepost membuat saya bingung mau memulai cerita saya darimana. Mau mulai dari hari ulang tahun saya yang ke-26 ehh kejauhan banget yak. Mau mulai dari cerita kandasnya cinta saya juga kok kesannya tragis banget. Tapi kalo cerita tentang liburan lebaran saya, duh saya langsung keinget sama tunggakan tagihan kartu kredit saya. Jadi demi kemaslahatan bersama, saya akan memulai kisah ini dengan cerita ke-dramaan manusia-manusia di kantor saya yang baru. Hmmm toko sih sebenernya, bukan literally kantor. Yaudah lah ya, anggap aja begitu.

    Sebelumnya saya pernah menceritakan tentang lingkungan tempat kerja saya yang baru yang mana didominasi dengan para pria penyuka pria { http://juldenzol.blogspot.co.id/2016/03/guays.html } Nah ya namanya juga teman kerja jadi secara nggak langsung jadi temen main saya juga. Dari mereka lah akhirnya saya banyak mendapatkan cerita tentang kehidupan gay mereka.

"Lo berharap kesetiaan di dalam hubungan sejenis. Mimpi Lo, nggak akan ada yang namanya pasangan gay yang setia. Kalo sampe ada, potong leher gue."


     Jadi saat itu ada perbincangan kecil antara partner-partner kerja saya ini. Adalah si A yang tiap harinya dihabiskan untuk memikirkan lelaki yang sama sekali nggak memikirkan dia. Ya habisan perasaannya cuma bertepuk sebelah tangan, tapi kok ya ngeyel banget ingin membina hubungan cinta dengan lelaki tersebut. Duh, orientasi seks si lelaki aja belum tentu arahnya kemana, udah main cinta setengah mampus aja. Nah, Si A ini intinya nggak bisa move on dari lelaki ini, karena dia mengharapkan hubungan spesial yang berakhir bahagia selama-lamanya. Keki kan ya. Sekarang gini, hubungan pria-wanita yang udah jelas aja masih nggak bisa ditebak akan berakhir kemana. Eh ini bisa-bisa an berharap terlalu besar oleh seorang bocah yang belum tentu dia gay apa bukan.

     Karena mungkin gedeg sama pemikiran si A akhirnya partner kerja saya yang lainnya, si B sampe ngomong, "Lo berharap kesetiaan di dalam hubungan sejenis. Mimpi Lo, nggak akan ada yang namanya pasangan gay yang setia. Kalo sampe ada, potong leher gue." padahal si B ini udah pacaran selama lebih dari 5 tahun sama gay partner nya. Tapi dia bisa mengatakan hal seperti itu. Bahkan dia sampe bela-belain pindah dari Jakarta ke Bali gara-gara insecure sama keteguhan cinta gay partner nya ini. Ya kalo dipikir-pikir bener juga sih. Karena emang cinta sesama jenis itu bukan yang seharusnya jadinya banyak hal yang membuat pasangan gay mencicipi pria gay lain untuk mencari sesuatu. Sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak tahu apa itu.

"Making Love itu ya rasanya gitu-gitu aja. Emang enak tapi ya udah enaknya begitu doang. Sekarang yang beda adalah benefit yang bisa didapetin dari ML."


      Terdengar vulgar memang kutipan di atas. Tapi kata-kata itu saya dengar langsung dari seorang partner kerja saya. Dia bukan seorang gay, katanya, namun dia lebih ke money oriented. Sudah pasti dia memiliki banyak pengalaman dalam hal bercinta sehingga ia bisa mengatakan hal itu kepada saya. Dia sedikit ragu awalnya dengan orientasi seks saya, sama seperti saya yang meragukan orientasi seks nya. Namun pada suatu ketika kami sempat tidak sengaja bertemu di sebuah club. Bukan club merk air minum ya, bukan juga club belajar kelompok. Club yang saya maksud adalah diskotik, mampus bahasa saya tahun 90an banget ya, ketahuan umurnya deh.

       Di dalam club tersebut kami mengincar 2 wanita asing yang berbeda, namun mereka berdua berteman. Sempat sedikit awkward pada awalnya, karena kami belum pernah pernah party bersama. Setelah membaur dan sedikit mengobrol akhirnya awkward moment itu pun bisa berakhir. Kami pun menghabiskan waktu berempat sampai pagi. Namun ketertarikan partner kerja saya itu langsung hilang ketika mengetahui bahwa wanita yang sedang kami dekati tersebut adalah pelajar yang notabenenya mengadu nasib juga di pulau Bali ini.

       Disanalah perbedaan pendapat terjadi di antara kami berdua. Partner saya ini mengatakan bahwa percuma mengobrol dengan 2 wanita tadi sampe pagi karena mereka masih anak kuliahan yang belum punya uang sendiri. Sedangkan saya adalah seorang gemini yang haus akan segala informasi yang berada di luar jangkauan saya. Jadi saya sangat menikmati mengobrol dengan teman kencan dadakan saya itu. Tapi memang benar apa kata partner kerja saya. Kedekatan saya dan wanita asing tersebut hanya berlangsung selama beberapa minggu saja. Setelah itu cerita pun berakhir dan tirai pun di tutup. Hmmm udah malem kali ah, pake nutup tirai segala.

      Tapi ya mau gimana lagi. Kalo saya berharap bisa menjalin hubungan serius dengan si wanita asing ini, sama aja dong saya kayak si A yang saya ceritakan tadi. Bagai punuk merindukan bulan. Muluk-muluk. Secara real dia hanya akan stay di Bali sementara, kemudian kembali ke negaranya. lalu kemudian apa? So intinya cinta pun nggak bisa hanya mengandalkan perasaan doang. Ada yang melakukan pengorbanan seperti si B yang paham betul bahwa hubungan sesama jenis tidak ada yang loyal, namun dia tetap mempertahankan hubungan dengan gay partner nya. Itu pengorbanan lho, karena dia tahu pasti akan sering sakit hati kalo hubungan itu terus berlanjut. Ada juga yang menganggap cinta hanya sebuah perasaan yang bisa dibuat asalkan ada uangnya, seperti partner kerja saya yang money oriented itu. Karena ia pikir perasaan cinta hanya perasaan nafsu saja yang semua sudah tahu akhirnya, dimana anak-anaaaaak? Yak hanya akan berakhir di ranjang. Mereka adalah contoh manusia yang melihat cinta dengan sudut pandang realistis.

     Jadi semua kembali kepada kalian yang ingin merasakan cinta seperti apa. Kalau saya sih berhubung nggak ada orang yang saat ini saya cinta, jadinya flat aja gitu. Duileh flat banget nih bang kayak dadanya Luna Maya? Ya begitu, saya sudah ditahap dimana berpikir secara real. Nggak yang nangis manja minta balikan, apalagi ngirim buket bunga untuk mengambil hati seseorang. Ciyaaaaa yakin banget di masa tua nanti bakal di habiskan bareng orang yang kamu puja-puja setengah mampus dari sekarang? Jadi ya be real, karena lingkungan di kantor udah terlalu drama jadi saya nggak mau menambahkan drama lain dalam kehidupan pribadi saya. Dih, sok punya kehidupan pribadi lah saya.

     Yaudah deh, segitu dulu cuap-cuap saya di malam jum'at ini. Ditemani full moon diluar sana yang menggambarkan saya pada saat ini. Indah, namun cuma sendiri dan susah dijangkau. Hahahaha, maaf yakalo kepedean. Oke deh, udahan ah, Capek mikir tshay. Mampus lu udah ketularan. Arrrgh tidaaaaak. Tabi'!!?