Sunday 2 July 2017

Celoteh Anak Terlanjur Tua



       Sore hari di Surabaya. Panas. Ya sekarang saya baru memahami apa arti kata panas yang selalu orang-orang keluhkan tentang kota ini. Berbeda dengan kota-kota yang pernah saya tinggali selama ini. Namun seingat saya, kota-kota tersebut adalah kota pesisir sama seperti Surabaya. Tapi memang Surabaya paling TOP panasnya. Bukan panas sih, lebih ke arah gerah. Kipas angin nggak nembus coy. Gerahnya itu kayak tidur aja keringetan, abis mandi aja gerah, coba bayangin.


       Emang sih hidup di kota ini harus kaya raya. Jadi bisa nyewa kamar AC, kemana-mana naik mobil pake supir, jalan-jalan ke mall bawa lebih darui 1 asisten rumah tangga buat bawain barang belanjaan. Itu orang Surabaya banget sih. Hahahaha. Mungkin alasan mereka sama seperti yang saya alami, gerah bo'. Mager keringetan and basket alias basah ketek. Mending basah yang lain nggak sih. Hmmm.


       Tapi berhubung saya anak perantauan yang bisa makan pake mendoan aja alhamdulillah ya, jadi yang saya bisa lakukan cuma bersyukur. Setidaknya kalo nanti dunia ini benar-benar mengalami pemanasan global yang ekstrem, saya nggak kaget dan bisa bertahan. Nggak manja and nggak sok cantik.


       Eh serius, kalian pernah nggak sih kebayang gimana kalo dunia ini benar-benar berubah kayak yang di film-film. Hmmm mulai lah imajinasinya. Ya itu, kayak film Water World atau The Wave, gitu deh, penggambaran kiamat yang dibuat logis. Pertanyaan nya adalah, kita jadi survivornya atau justru malah mati duluan. Ironis ya kalo bayangin bahwa ternyata kita nggak sehebat itu untuk bisa bertahan hidup dalam kondisi seperti apa pun. So sad.


       Terkadang saya berkhayal kalau ternyata saya adalah orang yang berkemampuan khusus yang menjadi prioritas keselamatan jika terjadi sesuatu di dunia ini. Kayak film Resident Evil atau di film 2012. Jadi tanpa tahu apa-apa, ada pasukan keamanan elit yang menyelamatkan saya hanya karena saya memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Kalian pernah membayangkan hal serupa nggak sih? Apa cuma saya aja yang ketinggian tingkat khayalnya. Tapi pertanyaannya, kemampuan khusus saya apa jek? Makan masih pake nasi, jalan masih pake kaki, nyanyi masih fals juga. Hmmm yang terakhir nggak nyambung. Tapi asli, nggak ada. Hahahaha. And over again, so sad.


       Membayangkan hal ironis tadi, bahwa jika ada apa-apa di dunia ini maka saya mungkin menjadi orang yang pertama kali mati membuat saya kembali merenungkan apa arti dari hidup saya. Nggak yang merenung dalam arti religius lho. Tapi kayak, lagi di dalam kereta, nggak ada kegiatan, nggak ada yang di ajak ngobrol, sepi. Mata mengamati pemandangan luar kereta yang berganti dengan cepat mengikuti laju kereta. Pikiran melayang mengingat kejadian-kejadian ganjil yang terjadi di negara sendiri. Tentang issue agama yang menjadi-jadi, tentang kelompok yang disebut radikal namun mereka tidak merasa radikal, tentang kedamaian yang diimpikan semua umat manusia. Dimanakah peran saya untuk memperjuangkan kedamaian yang sesuai dengan bayangan saya? Dan saya tidak menemukannya. Kesian kan, itu tadi karena saya tidak memiliki kemampuan khusus yang bisa membuat saya berperan banyak dalam fenomena ini.


       Kemudian pemikiran itu bergulir kepada sebuah pertanyaan. Apa fungsinya saya ada di dunia ini? Kalian juga mikirin hal serupa nggak sih? Apa pikiran tentang mau posting apa lagi dan pikiran tentang nongkrong dimana lagi sudah menyita banyak waktu kalian? Saya juga sih, tapi kadang saya suka kepikiran aja. Nyamuk aja ada fungsinya diciptakan di dunia ini, kupu-kupu, lalat dan sebagainya. Nah kita manusia? Apa tujuan tuhan nyiptain kita? Bukan kita dalam arti kata global yaitu manusia lho ya. Tapi lebih ke personal, nyiptain Budi, Angga, Reza, Narto contohnya. Buat jadi khalifah sih katanya. Khalifah yang seperti apa?


       Pasti Tuhan itu punya rencana kita akan berfungsi sebagai apa di dunia ini. Contohnya Ir. Soekarno, beliau menemukan path nya sebagai seorang pejuang, proklamator yang berhasil membawa negara kita merdeka. Itu berarti ya peran beliau. Nah saya? Kamu? Kalian? Ya kan, mikir kan? Apa jadi manusia biasa, sekolah, kerja, beribadah, berkeluarga, lalu mati sahid? Ya emang ada sih, yang perannya di dunia ini adalah menjadi orang tua dari seseorang yang memiliki peran penting nantinya. Orang besar. Tapi kan nantinya. Iya kalo menikah dan punya anak. Nah kalo nggak? Nah lhoooo. Itu juga kalo ada yang mau dinikahin. Idih, curhat. Hahahaha.


        Tanpa sadar ya, kita itu punya potensi untuk menjadi orang besar lho. Semua kembali lagi terhadap pilihan hidup yang kita buat. Kita tidak seperti ayam yang bulunya semua berwarna sama, kita manusia yang bisa memilih apa yang mau kita perbuat di dunia ini. Ingin menjadi apa diri kita kelak. Berserah diri bukan berarti terserah sama Tuhan hidup kita mau digimanain kan ya. Dan berusaha bukan berarti tidak pernah berpikir diluar batas kewajaran manusia lain kan ya. Kita selalu bertutur bahwa kita sudah berusaha semaksimal yang kita mampu, lalu sisanya terserah Tuhan. Tahu itu udah maksimal darimana? Coba deh pikirin hal-hal yang mungkin manusia normal lainnya nggak kepikiran. Kayak orang gila tuh, mereka nggak pake baju mungkin karena dalam pikiran mereka, baju itu tidak penting. Pake baju, kalo mandi di lepas semua, kalo kencing dibuka resleting nya, kalo dingin pake jaket, kalo panas pake kaos tipis. Mungkin yang ada di pikiran mereka, ribet banget sih jadi manusia. Cuma aja mereka nggak bisa mengkomunikasikannya. Hahaha, otoy lah gue.


        Back to topic, yang sebenernya saya juga nggak tahu topik yang saya bahas ini apa. Namun, kita itu punya peran lho di kehidupan kita. Tinggal bagaimana kitanya aja bagaimana menghadapinya dan kita sadar apa nggak. Hidup cuma sekali, jangan bernafas lalu mati. Berbuat sesuatu yang bermanfaat itu sangat penting. Seperti pesan dari buku yang terakhir saya baca. Kita harus bisa bermanfaat, terserah dari diri kita bagaimana bisa bermanfaat. Ketika hidup membawa manfaat bagi orang lain, ketika mati orang akan merasa dirugikan. Itu mungkin yang harus kembali saya renungkan. Merenung sambil ngerokok di atas kosan boleh kali ya. Hahahaha.


      Ya udah itu dulu deh cuap-cuap ngelantur di sore yang panas ini. Wake up dude. The world is changing and you still bussy with the shit in the television and your fucking gadget. Our time is very limited in this world. Do more. At least, make your parents proud with your existence in this world. Sekian ahhh, cape ngetik mulu. Tabi'. Mari ki' di'!?