Sunday 25 January 2015

Wedding's Ring

      Selamat pagi bulan Januari dengan sisa-sisa hujan yang labilnya ngalahin emosi anak ABG. Hari ini tepat hari senin 26 Januari 2015. Tepat setahun sejak saya memutuskan untuk hijrah ke Bali dan tepat sehari setelah pernikahan teman baik saya dari SMA sampai Kuliah sampai lulus kuliah sampai kerja dan sampai kapan pun kayaknya. Sebenarnya belum banyak hal yang bisa saya banggakan atas kehijrahan saya di pulau Bali ini. Ya paling nggak saya nggak ngerasa depresi kayak tahun lalu lah ya, yang galau antara mau usaha apa jadi suami janda kaya. Namun kabar buruknya adalah saya jadi merasa terlalu nyaman sebagai pekerja. Kenapa bisa? Karena memang kondisi pekerjaan saat ini bikin PW, rasanya pengen disini selama-lama-lamanya. LAY! Tapi senyaman-nyaman nya saya lebih nyaman lagi kalo ada kamu di sisi saya, kamu, iya kamu, kamu yang brewokan itu. GUBRAK!?
     Ngomong-ngomong tentang brewok, kemarin teman baik saya baru saja menikah dengan kekasihnya yang tidak punya brewok. Sorry kalo intermezo nya agak maksa dikit, eh banyak, Mereka sudah berpacaran dari jaman batu kalau tidak salah, jadi pantas saja jika awal tahun ini mereka memutuskan untuk melepas masa lajangnya. Sedikit sedih sebenarnya karena tidak bisa hadir memeriahkan pernikahan mereka, Padahal saya sudah menyiapkan paling tidak 10 lagu untuk menghibur para tamu. Termasuk diantaranya 2 musikalisasi puisi dan 1 tari persembahan bertajuk ronggeng dusun kawuh. Dih ini nikahan apa perpisahan anak SD ya.
     Jadi pada jaman SMA saya punya sekumpulan teman yang sampe saat ini masih setia berkabar. Dulu kami disatukan karena sama-sama memiliki IQ dibawah rata-rata dengan kelakuan minus serta hobinya bikin malu orang tua. Kami adalah siswa kelas sosial yang menurut pendapat sebagian besar orang memiliki masalah tersendiri. Entah itu di cap nakal, bandel, badung, pemberontak, dan sebagainya. Itulah citra yang orang lain tangkap tentang makhluk-makhluk penghuni kelas sosial seperti kami. Tapi masa depan seseorang tidak bisa ditentukan dari komentar orang lain dong ya.
     Tapi jujur kami beda dari anggapan orang-orang tersebut. Kami walau suka bolos tapi tidak pernah di mata pelajaran yang penting dan riskan. Kami suka cabut dari kelas tapi tidak setiap saat, hanya sebelum bel istirahat berbunyi dan sebelum jam pulang. Kami suka merokok tapi tidak di sembarang tempat, hanya di tempat-tempat tertentu yang jauh dari jangkauan guru. Pokoknya kami masih memiliki jiwa-jiwa patuh pada peraturan selama tidak ketahuan. Tapi itulah yang membuat masa SMA kami cukup berkesan sampai saat ini.
      Sekarang pun demikian, walaupun sudah bekerja dan terpisah jarak dan waktu, kelakuan kami sering minus. Contohnya suka bikin kehebohan di caffe yang kami kunjungi. Itu hal wajar kan ya, saya rasa semua orang juga pasti begitu. Namun karena masalah jarak itu tadi alhasil banyak diantara kami yang tidak dapat hadir pada pernikahan teman baik kami tersebut. Salah satunya adalah saya yang kalo ditanya mengapa saya tidak datang, pasti saya akan menjawab dengan alasan yang berbeda-beda, tergantung siapa yang bertanya. Hehe. Padahal kalo dibandingkan dengan teman saya yang lain, teman saya ini yang paling dekat dengan saya. Alhasil saya mendelegasikan kakak dan ibu saya untuk mewakili saya. Aseek udah kayak rapat OSIS aja, pake delegasi segala.
      Kalo mau di ingat-ingat teman saya ini adalah sosok yang paling cheerful, yah 11 12 lah ya dengan anggota wanita yang lain. Jadi bisa dibayangkan dong bagaimana hebohnya saat mereka semua berkumpul. Dia memiliki semangat yang tinggi, itulah sebabnya dia masih saja bertahan berkarier menjadi supervisi marketing di salah satu bank ternama di Indonesia. Saking semangatnya dia, dulu waktu saya sempat naksir dengan orang, dialah yang memberi saya ide tentang bagaimana cara menembak. Dari diantar membeli kura-kura di pasar hewan sampai mencari bocoran tentang apa saja yang disukai oleh orang yang saya taksir itu. Walaupun hasilnya kandas seperti cerita cinta saya yang lain, tapi effort nya dia patut diberi jempol lah.
     Dia dulu dan sekarang tentunya mengalami banyak sekali perubahan. Selain badannya yang semakin tambun, kulitnya yang semakin bersih, rambutnya yang semakin tertata rapi, ia juga memiliki gaya hidup yang bisa dibilang lebih tinggi. Tapi dia tidak pernah berubah dimata kami, tetaplah seorang teman yang memiliki seribu satu cerita untuk diungkapkan dan memiliki jutaan ekspresi yang tak jarang membuat kami terkekeh. Hal yang sedikit banyak menjadi magnet dan daya tarik tersendiri. Jadi beruntunglah si suami yang mendapatkan teman kami tersebut.
      Kini berkurang sudah satu teman kami yang kalo ngomong panjang banget kayak lintasan kereta api. Semoga setelah menikah ia menjadi istri alim, pendiam, dan kalo tertawa nggak terlalu lebar mulutnya. Hahahaha. Yah walaupun saya berada jauh disini namun saya tetap setia berdoa semoga menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera baik lahir atau pun batin. Mempunyai anak-anak yang sehat dan lucu nantinya, kalo cute ntar boleh-boleh aja dijodohin sama anak saya yang setengah bule. Ngarep polll. Hahahaha. Saya masih terus berangan-angan punya istri kaukasian biar anak-anak saya bisa kece-kece. Kan enak tinggal saya orbitin jadi artis deh gedenya, lumayan hari tua tinggal ongkang-ongkang kaki. Hehe, ekploitasi anak pol, kalo begini tujuannya nggak bakal di ijabah sama tuhan deh kayaknya.
    Oke sekian dulu cuap-cuap nggak penting saya di akhir bulan Januari yang menegangkan ini. Menegangkannya adalah, kira-kira udah dapet bonus kerja belom ya. Hahahaha, parah ih. Maklum lah, sekarang jadi pekerja yang hidupnya ketergantungan sama gaji dan tunjangan. Kasian ya saya. Tapi ya semua butuh proses, berlian aja berasal dari batu yang buluk dulu baru bisa diasah berkali-kali supaya bisa jadi berlian yang indah. Begitu juga manusia, so do the best ajalah kayaknya. Sudah ah, capek saya. Good bye. Tabi'!!