Friday 16 May 2014

Para Maniak

     Hai para maniak yang menganggap kesenangan pribadi adalah prioritas utama dalam hidup. Termasuk saya yang menganggap hidup merantau adalah kesenangan pribadi yang menurut sebagian orang sesuatu yang tidak lazim. Saya juga tidak tahu bagian mana tidak lazimnya. Setiap orang bertanya saya di Bali tinggal bersama siapa dan saya jawab sendiri tanpa keluarga, respon yang mereka berikan rata-rata sama. Kaget antara amaze atau kagum dan ekspresi yang seakan mengatakan 'edan kowe'. Tapi saya sudah terbiasa dengan respon tersebut jadi mungkin saya memang benar-benar sudah gila. Gila akan cintamu. Haseek.
     Sebenarnya saya mengenal banyak orang yang hidup seperti saya. Ya walaupun kami memiliki alasan merantau yang berbeda-beda namun judulnya tetaplah sama. Tinggal sendiri di tempat yang asing dan benar-benar bertemu dengan orang baru. Senior saya dikantor adalah salah satunya. Ia adalah seorang hamba cinta yang luar biasa. Meninggalkan Jakarta dan karirnya disana sebagai Fashion Stylist dan berlabuh ke Bali. Mendekati kekasih yang berbeda jarak, berbeda keyakinan, dan berbeda ras lalu membuat keluarga kecil bahagia di tempat yang tidak ada seorangpun yang berhak menjudge keputusan mereka. Wanita yang sangat tangguh, karena ia sangat mengerti bahwa cinta adalah pengorbanan tanpa adanya kesadaran bahwa itu adalah pengorbanan.
     Orang lain yang saya kenal dan juga hidup seperti saya adalah teman main saya yang baru. Wanita yang terbiasa hidup mandiri sehingga ketagihan untuk terus mencari tempat baru untuk ditinggali. Berasal dari Semarang, memulai karier di Jakarta lalu sekarang berada di Bali. Ia merasa hidupnya hanya stuck di satu titik apabila dia tetap bertahan di Semarang. Pindah ke Bali untuk menemukan suasana kerja baru dan merasakan tinggal di Bali yang menurut sebagian besar orang menyenangkan. Yah walaupun itu membuatnya harus berada jauh dari kekasihnya yang tinggal di Semarang namun ia tidak pernah menyesalinya. Sesosok wanita yang mementingkan kariernya. Namun layaknya manusia, ia pun mencari cinta yang lain disini. Saya nggak ikut-ikutan loh yaa.
     Dan yang terakhir adalah teman saya sewaktu SMA. Kami tidak begitu dekat dahulu. Begitu juga sekarang. Namun saya menghargai usahanya mencari waktu untuk bertemu dengan saya di perantauan ini. Dia lebih dulu tinggal disini. Hampir 2 tahun. Alasannya merantau adalah tuntutan pekerjaan. Ia bekerja pada sebuah perusahaan milik negara yang mengharuskannya di mutasi ke Bali. Menyenangkan? Tidak baginya. Ia bisa pulang ke Semarang kapan pun ia mau. Entah itu long weekend ataupun hanya hari libur biasa. Berbeda dengan saya yang sudah 3,5 bulan tidak bertemu dengan orang-orang terkasih di Semarang. Masih sebentar juga sih. Sorry kalo lebay.
     Saking seringnya ia pulang sampai orang tuanya menyuruhnya untuk tidak sering-sering pulang. Pasalnya pulang ke Semarang itu tidak murah. Masih banyak hal lain yang bisa dilakukan dengan uang tersebut. Berjudi misalnya. Hahahaha, nggak ding. Ia pun sempat bercerita panjang lebar kepada saya mengenai kegundahannya akhir-akhir ini. By the way, ini kenapa sih lama-lama bahasa saya jadi melankolis gini. Jangan-jangan sense of humor saya udah luntur terkena deburan ombak pantai kuta nih. Nahkan garing lagi. Tuluuung!!!
     Jadi teman saya itu bercerita tentang dirinya yang seakan hilang arah. Seakan mengemudikan mobil tanpa tujuan yang jelas. Ya memang ia bekerja ditempat yang bonafit bahkan masa tuanya nanti pun sudah terjamin. Namun ia merasa hidupnya terlalu monoton untuk pemuda berumur 24 tahun macam kami. Eh saya masih 20 ding. 24 tahun macam dia jadinya. Disaat teman satu angkatannya sudah bisa membeli macam-macam dia masih saja seperti dulu. Seperti pertama kali ia bekerja. Bahkan sebagian besar teman kerjanya sudah akan menikah. Dia masih tetap sama, belum berpikir sampai kesana. Memang usia kami, eh dia, masih tergolong muda, namun dengan pekerjaan yang baik setidaknya ia bisa melamar gadis manapun dengan lebih mudah. Lebih mudah dari siapa? Dari saya lah. Kerjaan belum jelas, nama kantor juga gak banyak orang tau, apalagi jabatan saya. Huhhh, butuh waktu ekstra untuk menjelaskannya.
       Sampai akhirnya teman SMA saya ini mulai serius dengan hidupnya sekarang. Memilah mana yang bisa diprioritaskan dan mana yang tidak. Memiliki tujuan yang mendetail agar tidak bingung harus belok kemana saja untuk mencapai tanah abang. Umpamanya loh ya. Jangan telan kata-kata saya bulat-bulat. Ntar tersedak malah kamu yang repot sendiri. hehe. Duh nggak lucu lagi.
       Kesimpulan saya sih simple. Lakukan semua hal dengan baik. Mau itu karena keinginan sendiri ataupun terpaksa. Mungkin garis takdir memang begitu adanya. Capek nggak sih kalo terus-terusan berperang dalam hati mengenai hidup seperti apa yang seharusnya dimiliki. Jika tidak memiliki keberanian untuk keluar dari keterpaksaan-keterpaksaan yang ada ya sudah, jalani saja dengan baik. Jangan sok idealis yang merasa bisa hidup dengan caranya sendiri namun tidak memiliki keberanian untuk mewujudkannya, lalu berperang dengan hati sendiri, kepikiran, curhat ke temen sana sini, yakalik temen yang dicurhatin bisa ngerubah hidup kamu. Emang dia tuhan? Tuhan aja tidak akan merubah nasib sebuah kaum sebelum kaum itu merubahnya sendiri. Sudah jelas kan, hidup itu kita sebagai manusia yang atur, yang diatas cuma mengamini. Jadi bukalah pikiran lebih luas dan tinggalkan sekat-sekat yang membatasi keleluasaan kita menentukan nasib kita sendiri.
     Sekian deh ramalan cuaca untuk hari ini. Ya awoh saya udah nggak lucu lagi. Sudahlah mulai besok kayaknya saya bakal nulis buku pelajaran aja deh. Yang bahasanya nggak perlu dilucu-lucu in biar pembacanya ketawa. Sorry kalo yang diceritain nggak suka. Sekali lagi. Salah siapa cerita-cerita sama saya. Hahahaha. Sekian yah, yu dada babai. Assalamuallaikum.

   
   

Thursday 1 May 2014

Asal Kangen

     Eh sudah masuk bulan mei ma sis and ma bro. Selamat malam semua pembaca yang setia, bukan setia sama tulisan saya, tapi lebih ke setia pada kesendiriannya masing-masing. Hedeuh. Sama lah kayak saya. Hehe. Masih dari sudut kamar kos di selatan kota Denpasar. Saya masih konsisten berbagi pengalaman kepada kalian semua. Yaa pengalaman siapa saja. Lebih banyaknya sih pengalaman orang lain. Ini bukan ngomongin orang. No no no, namun lebih kepada mengkaji dan menelaah apa-apa saja yang terjadi pada mereka dan bagaimana cara mereka menghadapinya. Yaah walaupun dengan bahasa yang sedikit rumpi tapi ini tetap bukan ngomongin orang.
     Sudah genap 3 bulan saya berada di perantauan. Perasaannya ya berkecamuk. Asseek bahasanya. Berkecamuknya antara bahagia bisa hidup mandiri yang bener-bener mandiri (walau kadang nelpon temen buat ngutang) dan sedih juga hidup dalam kesendirian. Idiiih, bahasa saya mellow abis gara-gara kesepian. Benar juga apa temen saya bilang tentang alasan saya menghubungi dirinya. Lantaran kesepian. Tapi kadang kesepian dan kehilangan sangat teramat sulit dibedakan lho.
     Selain bahagia dan sedih kadang saya juga suka asal kangen. Asal kangen itu bukan sebuah program TV yang menyajikan sejarah akan suatu hal loh ya (itu asal usul kali bang). Asal kangen adalah perasaan kangen yang asal. Contohnya, kangen makan pempek di depan kampus sambil merhatiin cewek-cewek berkeliaran dengan berbagai dandanan. Kangen jalan-jalan pake tote bag tanpa adanya pemikiran dari orang-orang bahwa kamu adalah gay karena make tas begituan.
      Berada jauh dari semua hal membuat saya benar-benar menghargai semua hal yang ada. Sekecil apa pun itu. Terutama saat menjemput temen yang kebetulan satu kos sama gebetan kita lalu secara tidak sengaja bertemu dengannya dan mendapat senyuman manisnya. Itu berharga sekali bahkan sangat berharga untuk sekedar menjadi kenangan. Aih mampus, kayaknya saya kena SPG alias Syndrom Pemuda Galau. Jadi harap dimaklumi aja kalo kadang kata-kata saya terkesan risau. Nahkan. Hahaha.
      Asal kangen ini juga membuat perasaan menjadi blur loh. Bukan karena nggak pake auto fokus jadinya blur, emang kamera. Bukan. Blur maksudnya ya nggak jelas gitu. Antara perasaan kangen aja, kehilangan, dan perasaan membutuhkan yang saya namakan cinta. Hampir setiap kali saya mendengar kabar dari teman-teman saya pasti senyum bahagia tersungging dari bibir saya. Dari siapapun itu. Teman, sahabat, gebetan, mantan pacar, sampe kenalan biasa. Nggak peduli mau cewek apa cowok, bawaannya seneeeeng aja. Aduh gay detected nih kayaknya.
      Tapi asli, nggak KW KW an, perasaan itu benar adanya, murni dari hati yang paling dalam. Tanpa pemanis buatan dan tanpa bahan pengawet. Jadinya ya suka bertanya sama diri sendiri. Apakah ini yang dinamakan cinta? Ebusseeeet dikira lirik lagu. Hovd banget.
     Ada kemungkinan besar bahwa saya merindukan semarang dan seisinya dikarenakan saya belum mendapatkan komunitas yang kurang lebih sama. Tapi itulah kegagalan tersendiri dalam hidup saya. Saya bukan tipe orang yang sekali kenal langsung bisa akrab. Jadi ya bisa jadi kalo teman-teman dan sahabat-sahabat saya yang ada di Semarang dan sekitarnya adalah manusia-manusia yang tak dapat terganti. Terutama kamu, iyaaa kamuuu, halah kamu-kamu. Sorry absurd.
     Intinya adalah semua hal yang ada dan terjadi dalam hidup kita merupakan sesuatu yang sangat berharga. Sayangnya kita tidak akan menyadarinya sebelum kita benar-benar kehilangan mereka satu persatu. Maka dari itu hargailah mereka, datanglah berkumpul jika mendapat undangan karena mungkin itu saat terakhir kalian bertemu, hargailah setiap gigitan dari makanan yang kalian konsumsi siapa tahu besok kalian tidak bisa mengkonsumsi makanan yang sama lagi, hargailah waktu yang berjalan dalam hidupmu karena mungkin besok atau lusa kita sudah tak bernyawa lagi. Sekian cuap-cuap saya di awal bulan mei ini. Hidup Gemini!! Tabik, Assalmuallaikum. Semoga masih ada mendoan untuk sarapan besok ya allah. hehe