Thursday 11 May 2017

SURABAYA, YES WE CAN!?

      Hai selamat malam semua. Waw lama juga ya saya nggak nge-blog. Hmmm emang ada yang baca ya? Ya ada lah, minimal saya sendiri. Hahaha. Kan tujuan dari blog saya memang sebagai pengingat, hal-hal apa saja yang terjadi dalam kehidupan saya. Dan tentunya yang terjadi pada orang-orang di sekitar saya, Hahaha. Tetep ya, bibit nyinyir nya masih mendarah daging.


       Kali ini saya nge-blog dari sebuah studio hotel di bilangan Gubeng kota Surabaya. Kenapa dari Surabaya? Hayoo coba tebak. Hmmm, sok misterius lah. Yes, kalo ada yang nebak karena saya pindah ke kota ini, itu bener banget. Ya, saya melanjutkan kehidupan saya di kota Surabaya. Jauh dari pantai, jauh dari kehidupan malam, dan jauh dari permabokan. Emang iya ya? Ya anggep aja begitu.

 
       Bali memang begitu berkesan. Saya menghabiskan 3,5 tahun di Pulau yang sangat indah ini. Setiap sudut kota membuat saya berpikir, inilah hidup. Memandang pantai biru dan pasir putih, menyeruput segelas martini yang menyegarkan, atau hanya menyedot air kelapa dari buah kelapa utuh yang harganya nggak masuk akal. Atau hanya sekedar berbincang dengan keluarga saya, bukan keluarga sedarah, namun orang-orang terdekat saya yang sudah menjadi bagian dari hidup saya. Hal-hal yang membuat saya selalu bersyukur mendapatkan umur panjang dan kesehatan yang baik sehingga saya bisa bertemu dengan manusia-manusia ini.


     Berpisah dengan mereka bukanlah hal yang mudah. Tidak semudah ketika saya meninggalkan kota Semarang. Ya walaupun Semarang akan selalu menjadi tempat saya pulang namun Bali adalah guru terbaik dalam kehidupan saya. Sekarang saya bisa terduduk nyaman dengan support wifi yang memadai dan pendingin ruangan yang menyejukkan, berbanding terbalik dengan keadaan pertama saya di pulau Bali. Tinggal di Ruko dengan tekanan kerja yang begitu tinggi dari bos saya. Namun itulah hidup, tidak akan terasa manis jika kita tidak tahu rasa pahitnya.


     Surabaya adalah kota yang saya yakini akan menjadi guru yang baik untuk peningkatan level kehidupan saya. Malam ini saja saya sudah melihat realita kehidupan yang sangat ironis. Tentang capsule hotel yang saya tempati sekarang, tentang kehidupan tuna wisma yang terjejer rapi di depan pertokoan sebelah hotel ini, dan tentang bagaimana keramahan orang yang dengan tulus memberi bantuan kepada pendatang-pendatang baru seperti saya. Takjub? bukan takjub, namun semacam iri dengan kebesaran hati mereka. Ya mereka yang nggak papa banget tidur di emperan toko demi mengurangi pengeluaran yang mungkin agar pendapatan mereka dari mengumpulkan barang-barang bekas bisa dikirimkan ke kampung halaman. Saya? Mungkin saya belum semampu itu untuk mengirimkan pendapatan saya kepada orang tua saya. Hal yang ironis bukan? Padahal jika dilihat sekilas, kehidupan saya jauh lebih beruntung dari mereka. Apa yang salah?


      Dan pada akhirnya ketika kita memutuskan untuk menyapa seseorang kita harus sudah siap untuk mengucapkan perpisahan. Cepat atau lambat. Ditinggalkan atau meninggalkan. Cinta yang saya kejar sampai ke kota ini ternyata pupus sudah. Namun saya yakin tuhan tidak tidur, ia sudah merencanakan hal ini untuk saya. Keluarga Bali saya yang tercinta juga pasti paham dengan keputusan saya, karena mereka adalah orang-orang terdekat saya. Mereka tahu siapa saya dan bagaimana cara saya memandang sesuatu. Saya harap mereka selalu dalam keadaan sehat dan diberkati oleh tuhan. Sekian dulu cuap-cuap saya malam ini. Tiba-tiba saya teringat bahwa saya harus segera mencari info kos. Oh god, susah banget ya nyari tempat buat bersandar. Hmmm ngeluh sambil curhat ini mah. Yaudah, jaga diri kalian baik-baik. Bonus tahunan udah dapet kan? Yuk disisihin buat sedekah. hahaha. Tabi'.